Anjuran Menghirup Air Ke Lubang Hidung setelah Bangun Tidur
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – «إذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلَاثًا، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيْشُومِهِ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,Rasulullah bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya maka hendaknya menghirup air ke lubang hidungnya lalu mengeluarkannya sebanyak tiga kali sebab sesungguhnya setan bermalam di atas puncak lubang hidungnya”
[Muttafaqun ‘alaihi]
—————————————————————————————————————
1.Takhrij Hadits:
Hadits ini diriwayatkan oleh imam Bukhari: 3295 dan Muslim : 238
2.Faedah dan Kandungan Hukum:
A.Seorang yang bangun tidur diperintahkan menghirup air ke lubang hidungnya lalu mengeluarkannya sebanyak tiga kali.
Apakah perintah ini bersifat wajib ?
Jawab: Asal dari setiap perintah yang mutlak menunjukkan hukum wajib.Dan yang utama dalam konteks hadits ini dibawa kepada makna wajib karena dihubungkannya perintah menghirup air ke lubang hidung lalu mengeluarkannya sebanyak tiga kali dengan sesuatu yang kita wajib membersihkan diri darinya yaitu pengaruh setan yang bermalam di puncak lubang hidungnya.
B.Dhahir hadits menunjukkan bahwa perintah ini berlaku bagi semua orang yang bangun dari tidur, baik tidur malam atau tidur siang.
Adapun penyebutan lafadz يَبِيتُ = bermalam tidaklah member faedah takhsis [pengkhususan] karena penyebutan ta’lil dengan menyebutkan sebagian dari satuan lafadz umum tidaklah berfungsi sebagai takhsis.
Contoh lain penerapan kaedah ini misalnya:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam memutuskan adanya suf’ah pada semua yang belum dibagi.Apabila dipalingkan batas-batas dan jalannya maka tidak ada suf’ah [Haits riwayat Bukhari:2214,Muslim:1608]
Jika kita perhatikan illat dalam hadits di atas [yakni perkataan “Apabila dipalingkan batasan-batas dan jalannya”] memberikan faedah bahwa suf’ah hanya berlaku pada tanah saja.Namun apabila kita perhatikan dengan seksama, ternyata illat tersebut berupa penyebutan satuan dari lafadz umum [yakni perkataan “semua yang belum dibagi”].Dengan demikian maka suf’ah tetap berlaku pada semua benda yang belum dibagi walaupun bukan berupa tanah.
Wallahu a’lam bish shawab….
Ditulis oleh hamba Allah:
Abu Qushaiy al Anwar
Bersyukur, Jangan Kufur Kawanku…!