Hukum Air Dua Kullah Terkena Najis
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا كَانَ الْمَاءَ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَثَ». وَفِي لَفْظٍ: «لَمْ يَنْجُسْ».
أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ, وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ. وَابْنُ حِبَّانَ وَالحَاكِمُ
Dari Abdullah bin Umar berkata,Rasulullah bersabda: “ Apabila air mencapai dua Kullah tidaklah membawa najis”.
Dan dalam suatu lafadz : “ tidaklah najis”.
Dikeluarkan oleh imam empat dan dan dishahihkan oleh
imam Ibnu Khuzaimah,Ibnu Hibban al Hakim
——————————————————————————-
1.Takhrij Hadits:
Diriwayatkan oleh imam Abu Dawud [64],Ibnu Majah [517], at Tirmidziy [67], Ahmad [2/27],al Baihaqiy [1/261],ath Thahawiy dalam Ma’aniy Atsar [1/51],ad Darimiy [1/186],ad Daruquthniy [1/21]
Hadits ini telah dishahihkan oleh imam Ibnu Khuzaimah [92],Ibnu Hibban [1249] dan al Hakim [1/132].
Berkata Ibnu Hazm: Ini adalah hadits shahih, tidak ada cacat di dalamnya [al Muhalla: 1/151]
Berkata imam an Nawawiy dalam al Khulasah: telah diriwayatkan oleh imam tiga dan ia adalah hadits shahih, telah menshahihkannya para penghafal hadits [1/66].
Telah menshahihkannya pula, al Khatahabiy dalam Ma’alim as Sunan [1/58]
Dan juga syaikh al Baniy telah menshahihkannya dalam Irwaul Ghalil [2/60]
2.Makna lafadz-lafadz Musykil:
A.[قلتين]: Dua Kullah.
Kullah adalah kolam tempat penampungan air yang terbuat dari batu bata.Ukuran dua Qullah kurang lebih 200 kg.
B.[لم يحمل ]:Tidaklah membawa.
Artinya, ia tidaklah terkalahkan oleh najis yang bercampur dengannya atau terjatuh ke dalamnya , namun ia dengan sendirinya mampu menolak najis tersebut .
C.[الخبث]: Najis.
Yakni najis hakiki, bukan maknawiy.
3.Faedah dan Kandungan Hukum:
A.Asal air bekas minum binatang buas adalah suci
Berkata syaikh as Syinqithiy: Yang shahih, bahwasanya air bekas minum binatang buas dianggap suci kecuali jika berubah warna,rasa atau baunya, karena Nabi bersabda:” Air adalah suci dan menyucikan, tidaklah menajiskannya sesuatupun”.Maka ia mewajibkan kepada kita untuk tetap berada di atas asal yang berupa sucinya air sehingga berubah asal tersebut dengan adanya perubahan warna,rasa atau bau atau dengan semuanya.Adapun orang yang menganggapnya najis, tidaklah berdalil kecuali dengan mafhum hadits yang sedang kita pelajari dan berdalil dengannya tidaklah kuat untuk menentang nash yang jelas dalam ucapan Nabi “ Sesungguhnya air adalah suci dan menyucikan, tidaklah menajiskannya sesuatupun”.[ Syarh sunan at Tirmidzi karya syaikh asy Syinqithiy:29/8]
B.Mantuq [konteks hakiki] hadits tersebut menunjukkan bahwa air yang mencapai dua Kullah atau lebih darinya apabila terkena najis tidaklah menjadi najis, baik berubah sifatnya ataupun tidak.
Namun mantuq ini tidaklah dapat diberlakukan secara umum, karena adanya ijma’ yang telah berlalu dalam pembahasan hadits Abu Umamah.
Berkata Ibnu Mundzir: Para ulama’ telah sepakat atas bahwasanya air sedikit ataupun banyak apabila kejatuhan najis dan merubah rasa,warna dan baunya, maka ia najis [al Ijma’:33]
C.Mafhum hadits tersebut menunjukkan bahwasanya air yang kurang dari dua Kullah dianggap najis dengan sebab bertemunya dengan najis, baik berubah sifatnya ataupun tidak.
Namun hukum mafhum ini tidaklah dapat diberlakukan secara umum, karena berbenturan dengan mantuq hadits Abu Sa’id, yakni:
“ Sesungguhnya air adalah suci dan menyucikan, tidaklah menajiskannya sesuatupun”.
Dalam kaedah ushul fikih dikatakan: “ apabila berbenturan antara mantuq dan mafhum maka didahulukan mantuq”
Dengan demikian maka mafhum hadits ini : لا عموم له[ tidaklah berlaku keumumannya], namun dikhususkan oleh hadits Abu Sa’id dan ijma’ yang telah disebutkan dalam pembahasan hadits Abu Umamah.
Wallahu a’lam bish shawab
Ditulis oleh hamba Allah:
Abu Qushaiy al Anwar
Bersyukur, Jangan Kufur Kawanku…!