SYARAT DITERIMANYA IBADAH

Agar ibadah kita diterima oleh Allah ta’ala harus terpenuhi di dalamnya dua syarat pokok diterimanya suatu ibadah, yaitu:
Pertama : Ikhlas
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.[Q.S.Al Bayinah:5]
Makna ikhlas adalah maksud dan tujuan ucapan dan perbuatan dhahir dan batin yang dilakukan dalam rangka mencari ridha Allah semata sebagaimana firman Allah:
(17). وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى
Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu,
(18). الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّىٰ
Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan[dirinya],
(19). وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَىٰ
Padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu ni’mat kepadanya yang harus dibalasnya,
(20). إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَىٰ
Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.
[Q.S.Al Lail: 17 – 20]
Dan sebagaimana firman Allah:
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.[Q.S.Al Insan:9]
Dan dalam Firman-Nya juga,
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah amalan yang bersih (dari syirik)…” (QS. Az-Zumar: 3).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]
Dalam hadits yang lain disebutkan:
“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
, “Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu . Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (tidak menerima amalannya) dan perbuatan syiriknya”.” (HR. Muslim no. 2985)
Kedua: Mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam
Allah ta’ala berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Katakanlah : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [ali Imran : 31].
Imam Ibnu Katsir rahimahullah:
هذه الآية الكريمة حاكمة على كل من ادعى محبة الله ، وليس هو على الطريقة المحمدية فإنه كاذب في دعواه في نفس الأمر ، حتى يتبع الشرع المحمدي والدين النبوي في جميع أقواله وأحواله ، كما ثبت في الصحيح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال : ” من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
”Ayat ini sebagai pemutus hukum bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah namun tidak mau menempuh jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang tersebut dusta dalam pengakuannya, sampai dia mengikuti syari’at dan agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam semua ucapan dan perbuatannya. Sebagaimana terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.[H.R.Muslim]
ولهذا قال : ( قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ) أي
Karena itu Allah berfirman “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosamu”.
: يحصل لكم فوق ما طلبتم من محبتكم إياه ، وهو محبته إياكم ، وهو أعظم من الأول ،
Kalian akan mendapatkan apa yang kalian minta, dari kecintaan kalian kepadaNya, yaitu kecintaan Allah kepada kalian, dan ini lebih besar daripada yang pertama
كما قال بعض الحكماء العلماء : ليس الشأن أن تحب ، إنما الشأن أن تحب
, sebagaimana yang diucapkan oleh para ulama. Yang penting adalah, bukan bagaimana kalian mencintai, akan tetapi bagaimana kalian dicintai oleh Allah.
وقال الحسن البصري وغيره من السلف : زعم قوم أنهم يحبون الله فابتلاهم الله بهذه الآية ، فقال : قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله
Imam Hasan Basri dan ulama salaf lainnya mengatakan, sebagian manusia mengatakan mencintai Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini.. [Tafsir Ibnu Katsir, I/384 ].
Ketahuilah wahai saudaraku seiman…
Bahwasanya mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan tercapai kecuali apabila amal yang dikerjakannya sesuai dengan syariat dalam enam perkara :
Pertama : sebab
Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada Allah dengan sebab yang tidak disyariatkan, maka ibadah tersebut adalah bid’ah, dan tidak akan diterima.
Kedua: jenis
Yaitu ibadah itu harus sesuai dengan jenis yang telah disyariatkan. Jika tidak, maka ibadah itu tidak akan diterima.
Ketiga : kadar (bilangan)
Jikala ada seseorang yang menambah bilangan raka’at pada shalat tertentu, yang menurutnya hal itu diperintahkan, maka shalat tersebut tidak diterima, karena tidak sesuai dengan ketentuan syariat dalam jumlah bilangan rakaatnya.
Keempat : kaifiyah (tata cara)
Seandainya ada orang yang berwudhu dengan cara membasuh tangan, lalu muka, maka tidak sah wudhunya, karena tidak sesuai dengan cara yang telah ditentukan oleh syariat.
Kelima : waktu.
Apabila ada orang yang menyembelih hewan kurban pada hari pertama bulan Dzul Hijjah, maka kurbannya tidak sah, karena waktu pelaksanaannya tidak menurut ajaran Islam.
Keenam : tempat
Andaikata ada orang yang beri’tikaf di tempat selain masjid, maka tidak sah i’tikafnya. Sebab tempat Ii’tikaf itu hanyalah di masjid.
Begitu pula kalau seandainya ada seorang wanita hendak beri’tikaf di mushalla rumahnya, maka tidak sah i’tikafnya. Karena tempat melakukannya tidak sesuai dengan ketentuan syariat.
Wallahu a’lam bi ash shawab
Disusun oleh: Zaenuddin al Anwar
Bantul – Yogyakarta
Bersyukur, Jangan Kufur Kawanku…!