Bolehkah Wanita Haid Beri’tikaf ?

Para ulama’ berselisih dalam masalah ini menjadi 2 pendapat:
Pendapat pertama:
Haram dan tidak sah
Ini adalah pendapat jumhur ahli ilmu hanyasaja para ulama’ Hanafiyah menjadikan sucinya kaum wanita dari haid dan nifas adalah syarat sahnya dalam I’tikaf wajib dan syarat kehalalan dalam I’tikaf sunnah
Dalilnya adalah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلاَ جُنُباً إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مِّنكُم مِّن الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَفُوّاً غَفُوراً
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula tinggal di mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci). sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun” [Al Maidah:43]
Sisi pendalilannya:
Apabila Allah melarang orang yang berjunub untuk mendekati masjid maka wanita yang haid dan nifas lebih utama untuk dilarang karena hadatsnya lebih kuat.Sebagai bukti bahwa hadatsnya lebih kuat adalah tidak diperbolehkannya mereka berhubungan intim suami istri,puasa dan shalat [Lihat al Ausath:2/109 dan al Hawiy:1/384]
Berkata imam asy Syafi’iy:
( فَقَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ بِالْقُرْآنِ فِي قَوْلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ {وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سَبِيلٍ} [النساء: 43] قَالَ لَا تَقْرَبُوا مَوَاضِعَ الصَّلَاةِ وَمَا أَشْبَهَ مَا قَالَ بِمَا قَالَ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ فِي الصَّلَاةِ عُبُورُ سَبِيلٍ إنَّمَا عُبُورُ السَّبِيلِ فِي مَوْضِعِهَا وَهُوَ الْمَسْجِدُ فَلَا بَأْسَ أَنْ يَمُرَّ الْجُنُبُ فِي الْمَسْجِدِ مَارًّا وَلَا يُقِيمَ فِيهِ لِقَوْلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ {وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سَبِيلٍ} [النساء: 43] .
“Berkata sebagian ulama’ ahli al Qur’an, maknanya adalah janganlah kalian mendekati tempat-tempat shalat.Betapa serupanya apa yang ia ucapkan dengan apa yang difirmankan Allah karena tidaklah ada dalam shalat [istilah] sekedar berlalu.Hanyasaja [istilah] sekedar berlalu adalah di tempat shalat yaitu masjid.Seorang yang berjanabat tidaklah mengapa untuk sekedar melewati masjid dan tidak tinggal di dalamnya berdasarkan firmanNya:
وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سَبِيل
(jangan pula tinggal di mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja” [Al Um:1/54]
2.Hadits ‘Aisyah:
Rasulullah bersabda:
فإني لا أحل المسجد لحائض ولا جنب
“ Maka sesungguhnya saya tidak menghalalkan masjid untuk wanita haid dan orang yang terkena janabat”[H.R.Abu Dawud,Ibnu Khuzaimah dan al Baihaqiy, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Qathan dan Asy Syaukani namun dilemahkan oleh syaikh al Baniy dalam Irwaul Ghalil:1/212]
3.Hadits Umu ‘Athiyah:
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَنَّ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتَ الْخُدُورِ، فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الْمُصَلَّى وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ»
“Rasulullah memerintah kami agar mengeluarkan mereka pada hari iedul fithr dan iedul adzha yakni gadis-gadis menjelang usia baligh,wanita-wanita yang sedang haid,gadis-gadis pingitan.Adapun wanita-wanita yang haid maka mereka menjauhi tempat shalat dan menyaksikan kebaikan dan seruan kaum muslimin [ yang berupa khuthbah,nasehat dan peringatan]”[H.R.Bukhari dan Muslim,dll]
Apabila wanita yang haid ketika mengahadiri shalat ied diperintahkan menjauhi tempat shalat maka diperintahkannya menjauhi masjid lebih utama.
- Hadits Aisyah
Dari aisyah beliau mengatakan,Rasulullah berkata:
نَاوِلِينِي الْخُمْرَةَ مِنَ الْمَسْجِدِ قُلْتُ إِنِّي حَائِضٌ قَالَ إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِي يَدِكِ
Berikanlah secarik kain kepadaku [dari masjid].Saya mengatakan sesungguhnya aku dalam keadaan haid.Rasulullah bersabda:Sesungguhnya haid bukanlah berada di tanganmu [ H.R.Muslim]
Sisi pendalilannya:
Aisyah takut memasukkan tangannya ke masjid [karena beranggapan bahwa darah haid yang masjid dijaga darinya berada di tangan Beliau] Lalu Rasulullah menjelaskan bahwasanya haidnya bukanlah berada di tangan Beliau dan Rasulullah meminta beliau untuk memasukkan tangannya saja dan tidak meminta beliau masuk ke dalam masjid.
5.Hadits Aisyah
Ketika beliau melakukan ihram lalu haid, Rasulullah bersabda kepadanya:
(افْعَلِى كَمَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لا تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِ)
“Kerjakanlah apa yang dikerjakan oleh orang yang berhaji namun janganlah thawaf di baitullah sehingga suci” [H.R. Bukhari]
6.Hadits Aisyah
Shafiyah mengalami haid di akhir ihramnya bersama Rasulullah dan para sahabat lalu Rasulullah bersabda:
أَحَابِسَتُنَا هِيَ فَقِيلَ لَهُ إنَّهَا قَدْ أَفَاضَتْ، قَالَ فَلَا إذًا» وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ «فَلْتَنْفِرْ» وَلِلْبُخَارِيِّ «فَلَا بَأْسَ انْفِرِي
Apakah ia akan menahan kita ? Maka dikatakan kepadanya, sesungguhnya ia telah berthawaf ifadhah.Rasulullah bersabda: Jika demikian ia tidak menahan.
Dalam riwayat Muslim disebutkan: Maka hendaknya ia berjalan untuk kembali [ ke Madinah]
Dalam riwayat Bukhari: Maka tidaklah mengapa.Berjalanlah untuk kembali [ ke Madinah]
Dua hadits ini memberikan faedah bahwasanya Rasulullah mencegah wanita yang haid untuk memasuki masjid.
7.Hadits Aisyah
Beliau berkata:
كن المعتكفات إذا حضن أمر رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بإخراجهن من المسجد وأن يضربن الأخبية في رحبة المسجد حتى يطهرن”
“ Mereka para wanita yang beri’tikaf, apabila haid maka Rasulullah memerintah mereka untuk dikeluarkan dari masjid dan dibikinkan perkemahan di pelataran masjid sehingga suci”
[H.R.Abu Hafs al Abkaari,Ibnu Muflih dalam al Furu’: 3/167,Ibnu Bathah dan Beliau berkata: Sanadnya Jayid]
Pendapat kedua:
Boleh dan sah
Ini adalah pendapat ulama’ dhahiriyah [al Muhalla:2/250,5/286]
Dalil-dalil mereka adalah:
1.Hadit Jabir
Rasulullah bersabda:
الارْضُ كُلَّهَا مِسْجِدٌ إلا المقْبرَةُ والحَمَّام
“ Dijadikan bumi bagi sebagai masjid [tempat sujud] dan alat bersuci “ [H.R.Ibnu Majah: 745]
Tidak diragukan lagi bahwasanya wanita yang haid semua bumi diperbolehkan baginya dan sebagai tempat sujud.Oleh karena itu tidaklah boleh dikhususkan adanya larangan sebagian bumi untuk mereka.
Bantahan:
Ucapan ini berkonsekwensi penyamaan masjid dengan yang selainnya dari seluruh hukumnya dan hal ini tidaklah diucapkan oleh mereka.
- Hadits Aisyah
Ketika beliau melakukan ihram lalu haid, Rasulullah bersabda kepadanya:
(افْعَلِى كَمَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لا تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُريِ)
“Kerjakanlah apa yang dikerjakan oleh orang yang berhaji namun janganlah thawaf di baitullah sehingga suci” [H.R. Bukhari]
Rasulullah dalam hadits ini hanya melarang Aisyah melakukan thawaf bukan melarang dari masuk ke masjid.Oleh karena itu mereka dilarang masuk dan tinggal di masjid.
Batahan:
Rasulullah hanya melarang hal yang berkaitan dengan manasik haji saja bukan yang selainnya meskipun kaum wanita yang haid dilarang masuk masjid,membaca al Qur’an, menyentuh mushaf dan shalat.
3.Hadits Aisyah
Seorang wanita budak yang berwarna hitam tinggal di masjid dan ia memiliki kemah di masjid . [H.R.Bukhari]
Sisi pendalilannya:
Wanita tersebut tinggal di masjid dan telah dimaklumi bahwasanya ia akan mengalami haid namun Rasulullah tidaklah melarangnya tinggal di masjid di saat haid dan semua yang tidak dilarang hukumnya adalah mubah.
Bantahan:
A.Ia telah memasuki usia tidak dapat haid [menaupose]
B.Ia keluar di hari haidnya dari masjid karena larangan tinggal di masjid bagi wanita haid telah dimakluki olehnya.
C.Hal itu adalah karena darurat dan darurat membolehkan perkara yang haram.
4.Hadits Abu Hurairah
إنَّ المؤمن لا يَنْجُسُ
“ Hanyasaja seorang mukmin tidaklah najis”
Sisi pendalilannya:
Orang yang tidak najis tidaklah dilarang dari masjid kecuali dengan dalil dan tidak ada dalil dalam masalah ini
Bantahan:
Ketidaknajisannya tidaklah melazimkan bolehnya memasuki dan tinggal di masjid.
5.Wanita yang sedang istihadah boleh I’tikaf di masjid maka seperti ini pulalah hukum wanita yang haid.
Aisyah mengatakan :
“Sebagian istri Nabi mengalami istihadhah dan ia melihat darah kemerah-merahan dan kekuningan dan kadang meletakkan bejana di bawahnya sedangnya ia dalam keadaan shalat”.
Bantahan:
Ada perbedaan antara darah haid dan darah istihadhah.Darah haid mencegah seorang wanita dari melakukan shalat dan tinggal di masjid adapun darah istihadhah tidak mencegah dari shalat dan lain-lainnya.
6.Seorang musyrik bernama Tsumamah bin Atsal diletakkan di masjid oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam [H.R. Bukhari].Hal ini menunjukkan bolehnya seorang musyrik tinggal di masjid.Jikalau seorang musyrik diperbolehkan tinggal di masjid maka seorang muslimah yang haid lebih diperbolehkan untuk tinggal di masjid.
Bantahan:
1.Syari’at membedakan antara orang yang musyrik dengan musyrik.Seorang wanita yang haid dilarang tinggal di masjid .
2.Kisah Umamah adalah bersifat kasuistik dan tidak bisa ditarik hukum secara umum
Pendapat yang rajih:
Dari pemaparan di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya pendapat yang rajih adalah pendapat jumhur ulama’ karena kuatnya dalil-dalil mereka –wallahu a’lam-.
Wallahu a’lam bish shawab
Disadur dari kitab Fikih I’tikaf karya syaikh Khalid al Musyaikih
Oleh hamba Allah:
Abu Qushaiy al Anwar
Bersyukur, Jangan Kufur Kawanku…!