Apabila Air Berubah Karena Panas Matahari

Air ini dikenal dengan sebutan air musyammasy yakni air yang dipanaskan di terik matahari dan panas terik matahari dapat mempengaruhi zatnya .Para pakar ahli fikih berselisih tentang boleh atau tidaknya bersuci dengan menggunakan air musyammas, menjadi dua pendapat :
1.Boleh bersuci dengannya secara muthlaq dengan tanpa adanya kemakruhan, baik dipergunakan untuk badan ataupun pakaian.
Ini adalah pendapat ulama Hambaliyah, jumhur ulama’ Hanafiyah dan pendapat sebagian fuqaha’ Malikiyah serta Syafi’iyah.
2.Makruh bersuci dengannya
Ini adalah pendapat ulama’ Malikiyah dalam suatu pendapat yang menjadi sandaran di sisi mereka dan ulama’ Syafi’iyah dalam suatu madzhab serta sebagian ulama’ Hanafiyah
Berkata al Khathib asy Syarbiniy: Dimakruhkan secara syar’iy penggunaan air musyamas untuk bersuci pada badan , pakaian dan juga selain bersuci seperti makan dan minum.Hal ini berdasarkan apa yang telah meriwayatkannya imam asy Syafi’iy dari Umar bin al Khathab bahwasanya ia membenci penggunaan air musyammas dan mengatakan bahwa ia menyebabkan penyakit sopak . Namun hal ini dengan syarat berada di negeri panas yang dapat merubah dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain….
Berkata ad Dardiri: Dimakruhkan air Musyammas di daerah panas seperti Hijaz, bukan seperti Mesir dan Romawi.
Namun ad Dasuqiy membantah ucapan Dardiri ini dalam asy Syarh al Kabir: “ Yang menjadi sandaran adalah ucapan kemakruhannya. Ucapan inilah yang dinukil oleh Ibnu Furat dari Malik, dan sekelompok ahli madzhab mencukupkan atasnya. Kemakruhan di sini adalah kemakruhan dari sisi ilmu medis bukan kemakruhan syar’iyah karena tidak mencegah kesempurnaan wudhu atau mandi.
Berkata Ibnu ‘Abidin : Kami telah menyebutkan di dalam masalah kesunnahan wudhu, di antaranya tidak menggunakan air musyammasy. Dan ia menjelaskan hal ini dengan tegas di dalam al Hilyah seraya berdalil dengan larangan menggunakan air musyamasy yang shahih dari Umar . Karena itulah ia menegaskan kemakruhannya dalam al Fath dan al Bahr.
Berkata pengarang Mi’raju Dirayah dan al Qunyah: Dimakruhkan bersuci dengan air musyammas berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam kepada ‘Aisyah ketika memanaskan air di matahari: “ Janganlah kamu lakukan karena ia menyebabkan sakit sopak”.
Dan dikatakan dalam al Ghayah: “ Dimakruhkan air musyamasy di negeri panas pada bejana yang tercetak” [Lihat al Mausu’ah al Fiqhiyah al Quawaitiyah:41/336]
Pendapat yang kuat:
Pendapat yang kuat – insya Allah-, adalah pendapat pertama berdasarkan argumentasi berikut:
1.Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam kepada ‘Aisyah ketika memanaskan air di matahari:
لا تفعلي فإنه يورث البرص
“ Janganlah kamu lakukan karena ia menyebabkan sakit sopak”
Adalah hadits yang dha’if.
Berkata syaikh Ibrahim adh Dhuwayan: Telah meriwayatkannya ad Daruquthniy dan Beliau berkata: telah meriwayatkannya Khalid bin Isma’il dan ia perawi yang ditinggalkan haditsnya dan ‘Amr al A’masy ia diingkari haditnya [Manars Sabil:1/15, lihat lebih lanjut Irwaul Ghalil:{18 }1/50-54, at Talkhisul al Habir:1/20, an Nasahbu ar Rayah:1/102]
Dengan demikian riwayat ini tidak dapat dijadikan sandaran penetapan hukum makruhnya air musyammas
- Perkataan Umar:
“ Janganlah kalian mandi dengan menggunakan air musyamas sebab dapat menyebabkan penyakit sopak”[Riwayat ad Daruquthniy,no: 8 Bab Tathhiiru an Najasat]
Adalah atsar yang dhaif sebagaimana dijelaskan oleh syaikh al Baniy dalam Misykatu al Mashabih:1/106 dan Irwaul Ghalil:1/53].
3.Atsar Umar bin al Khathab di atas kalau seandainya shahih maka tidaklah dapat dihukumi sebagai atsar yang marfu’ secara hukum karena ada ruang untuk berijtihad di dalamnya dengan dalil ucapan Beliau:
“sebab dapat menyebabkan penyakit sopak”[ Lihat Mir’atul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih:2/187]
4.Asal hukum segala sesuatu adalah halal sehingga ada dalil yang menunjukkan keharaman atau kemakruhannya
Allah ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“ Dia-lah Allah yang menjadikan semua yang ada di muka bumi untuk kalian “. Q.S. al Baqarah:29
Namun kalau seandainya terbukti secara medis bahwasanya air musyammas memadharatkan tubuh manusia, maka hukum bersuci dan selainnya adalah dilarang karena berdasarkan hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam:
لا ضرر ولا ضرار
“ Tidak boleh memadharatkan dan membalas kemadharatan dengan yang semisalnya” [H.R.Ibnu Majah: 2341
Imam Syafi’iy mengatakan:
ولا أكره الماء المشمس إلا من جهة الطب
“ Aku tidaklah membenci penggunaan air musyammas kecuali dari sisi medis”[ lihat al Um:1/3]
Wallahu a’lam bi ash shawab
Diselesaikan tulisan singkat ini oleh hamba Allah
Abu Qushaiy al Anwar
Bersyukur, Jangan Kufur Kawanku…!