Bagian Masjid Yang Dipergunakan I’tikaf

1.Makna masjid
A.Secara bahasa:
Dengan menfathah mim dan mengkasrahnya= tempat sujud
B.Secara syar’iy:
بقعة من الأرض تحررت عن التملك الشخصي، وعادت إلى ما كانت عليه لله تعالى، وخصّصت للصلاة والعبادة.
“ Tempat yang terbebaskan dari kepemilikan pribadi dan kembali kepada apa yang ia berada di atasnya yakni milik Allah ta’ala dan dikhususkan untuk shalat dan beribadah”.
Inilah makna secara urf syar’iy yang dimaksudkan oleh Az Zarkasyi dalam ucapannya:
(ثم إن العرف خصص المسجد بالمكان المهيأ للصلوات الخمس، حتى يخرج المصلّى المجتمع فيه للأعياد ونحوها، فلا يعطى حكمه، وكذلك الربط والمدارس فإنها هيئت لغير ذلك)
“Kemudia urf syar’iy mengkhususkan masjid adalah tempat yang dipersiapkan untuk melaksanakan shalat lima waktu, sehingga lapangan tempat berkumpulnya manusia untuk melaksanakan shalat ied dan lainnya tidaklah diberi hukum masjid.Demikian juga tempat penjagaan dan madrasah-madrasah bukanlah dinamakan masjid karena dipersiapkan untuk selainnya [ selain shalat dan beribadah] “ [Ahkam Hudhurul Masjid:4, Abdullah al Fauzan]
2.Bagian Masjid yang diperbolehkan untuk I’tikaf di dalamnya:
a.Tempat di dalam masjid yang dipersiapkan untuk melaksanakan shalat
Seorang yang melaksanakan di I’tikaf di tempat ini maka I’tikafnya sah menurut kesepakatan ulama’ [al Fatawa al hindiyah:1/212, Mahawib al Khalil:2/455, al Majmu’: 6/506,al Mubdi’:3/68, Mathalib ulun nuhaa: 2/234,]
b.Atap [lantai atas] masjid
Seorang yang melaksanakan di I’tikaf di tempat ini maka I’tikafnya sah menurut jumhur ulama’ berdasarkan firman Allah:
وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. [al Baqarah:187].
Dan loteng masjid adalah termasuk bagian dari masjid.Menurut ulama’ Malikiyah tidak sah beri’tikaf di dalamnya karena dibangun di atas pendapat tidak sahnya jum’atan di loteng masjid namun pendapat ini perlu dikritisi karena yang shahih boleh dan sah I’tikaf di loteng masjid.
[al Fatawa al hindiyah:1/212, Mahawib al Khalil:2/455, al Majmu’: 6/506,al Mubdi’:3/68, Mathalib ulun nuhaa: 2/234, sebagaimana disebutkan oleh syaikh Khlaid Musyaiqih dalam Fikih I’tikaf:69]
c.Halaman perluasan masjid
Para ulama’ berselisih dalam masalah ini menjadi beberapa pendapat dan yang paling shahih adalah pendapat yang mengatakan:
إن كانت متصلة بالمسجد داخلة في سوره ، فهي من المسجد، وإن كانت غير متصلة به ولا محوطة بسياجه فليست منه
Jika bersambung dengan masjid,masuk ke dalam pagarnya maka ia masuk ke dalam bagian masjid.Namun jika tidak bersambung dan tidak dikelilingi tembok maka bukanlah termasuk dari masjid.
Inilah pendapat dari asy Syafi’iyah dan suatu riwayat dari mam Ahmad dan al Qadhiy dari ulama’ hambaliyah.
Berkata an Nawawiy:
“المراد بالرحبة ما كان مضافاً إلى المسجد محجراً عليه وهو من المسجد نص الشافعي على صحة الاعتكاف يها..
“Yang dimaksudkan dengan rahbah adalah halaman perluasan masjid yang dikelilingi oleh tembok dan ia merupakan bagian dari masjid.Imam asy Syafi’iy menyatakan sahnya I’tikaf di tempat di dalamnya” [Al Majmu’ Syarh Muhadzab:6/507]
Berkata syaikh Abdullah al Fauzan:
ومما يأخذ حكم المسجد: رحبة المسجد – وهي ساحته ومتّسعه – والغالب أنها متصلة به، يشملها سوره
“Dan termasuk masjid adalah halaman perluasan masjid yang ia merupakan perluasan dari masjid yang kebanyakannnya bersambung dengan masjid atau masuk ke dalam pagar masjid “[Ahkamu Hudhurul Masjid:6]
d.Menara yang berada di masjid dan juga pintunya
Dalam masalah menara ini para ulama’ memberikan perincian hukum sebagai berikut:
1.Apabila pintunya di masjid
Jumhur ahli ilmu berpendapat bahwasanya ia termasuk masjid dan sah I’tikaf di dalamnya.
2.Apabila pintunya di luar masjid
Tidak dihukumi sebagai masjid
3.Apabila menara berada di halaman perluasan masjid
Dihukumi sebagai masjid jika halaman perluasannya bersambung dengan masjid dan terpagari dengan tembok masjid
Wallahu a’lam bish shawab
Disadur dari kitab Fikih I’tikaf karya Syaikh Khalid al Musyaikih
Oleh hamba Allah:
Abu Qushaiy al Anwar
Bersyukur, Jangan Kufur Kawanku…!