Bersuci Menggunakan Air Dari Bejana Emas Dan Perak

عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – «لَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهِمَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Khudzaifah bin al Yaman radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:“ Janganlah kalian minum di dalam bejana-bejana emas dan perak dan juga piring dari emas dan perak, sebab sesungguhnya ia untuk mereka [orang-orang kafir] di dunia dan untuk kalian di akherat nanti”[Muttafaqun ‘alaihi]
1.Takhrij hadits:
Diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam shahihnya [5426,5633],Muslim dalam shahihnya [2068], Ahmad [5/398-404],Ibnu Majah [3414], Ad Darimiy [2/121],al Baihaqiy [1/27]
2.Makna Lafadz-Lafadz Musykil:
آنية = Bejana- bejana.Aniyah adalah bentuk plural dari kata ina’= bejana.Aniyah adalah segala sesuatu yang dijadikan sebagai wadah bagi sesuatu [al Mathla’:7, Ad Durar an Naqiy:1/61]
الدُّنْيَا = Dunia.
.الْآخِرَة = Akherat
3.Faedah dan Kandungan Hukum:
1.Diharamkan makan dan minum menggunakan bejana dari emas dan perak.
Ash Shan’aniy dalam subulus salam mengatakan:
وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَصِحَافِهِمَا، سَوَاءٌ كَانَ الْإِنَاءُ خَالِصًا ذَهَبًا أَوْ مَخْلُوطًا بِالْفِضَّةِ إذْ هُوَ مِمَّا يَشْمَلُهُ أَنَّهُ إنَاءُ ذَهَبٍ وَفِضَّةٍ. قَالَ النَّوَوِيُّ: إنَّهُ انْعَقَدَ الْإِجْمَاعُ عَلَى تَحْرِيمِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فِيهِمَا
“Hadits tersebut merupakan dalil atas diharamkannya makan dan minum dalam bejana emas dan perak dan piring dari keduanya, baik murni atau bercampur dengan perak karena termasuk dalam cakupan makna bejana-bejana emas dan perak.An Nawawiy berkata: Telah terjadi kesepakatan atas haramnya makan dan minum dalam keduanya” [Subulus salam:1/39,ash Shan’aniy]
Hukum ini dikuatkan oleh hadits lain dari jalur Umu Salamah,beliau berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – «الَّذِي يَشْرَبُ فِي إنَاءِ الْفِضَّةِ إنَّمَا يُجَرْجِرُ فِي بَطْنِهِ نَارَ جَهَنَّمَ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Rasulullah shalalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “ Orang yang minum dalam bejana perak, hanyasaja dia menuangkan api neraka di dalam perutnya “ [Muttatafaqun ‘alaihi]
2.Sebagian ahli ilmu berdalil dengan hadits ini atas diharamkannya mempergunakan bejana emas dan perak sebagai tempat air wudhu dan lain-lainnya.
Dalam masalah ini para ulama’ berselisih menjadi tiga pendapat yang masyhur :
1.Haram
Ini adalah madzhab imam Malik,Abu Hanifah,Syafi’iy dan Ahmad.
Alasannya adalah :
A.Adanya kesamaan ilat [sebab adanya hukum] antara menggunakan bejana emas dan perak untuk makan dan minum dengan menggunakan keduanya untuk wadah berwudhu dan selainnya yaitu,karena mengandung kemegahan dan membuat ciutnya hati kaum fakir dan miskin.
B.Apabila dilarang menggunakannya untuk selain peribadatan maka digunakannya untuk peribadatan lebih utama untuk dilarang.
2.Makruh
Ini adalah madzhab lama dari imam Syafi’iy
3.Mubah
Alasannya:
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam melarang menggunakan bejana emas dan perak untuk makan dan minum saja.Larangan ini menunjukkan bolehnya menggunakan bejana emas dan perak untuk selain makan dan minum.
Pendapat yang kuat:
Pendapat yang kuat-insya Allah-, dibolehkan menjadikan emas dan perak sebagai tempat air wudhu dan selainnya.Yang diharamkan adalah menggunakannya untuk wadah makan dan minum saja, sebagaimana dhahir larangan yang ada dalam hadits di atas.
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan:
“ Di antara faedah hadits tersebut adalah diperbolehkannya menggunakan bejana dari emas dan perak untuk selain makan dan minum karena larangan tersebut hanya tertuju kepada makan dan minum saja.Kalau seandainya seseorang menyimpan obat di dalam bejana dari emas dan perak atau menyimpan dirham di dalamnya atau untuk hajat yang lainnya selain untuk makan dan minum maka tidaklah mengapa. Kalau seandainya penggunaan emas dan perak untuk selain makan dan minum diharamkan tentunya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam telah menjelaskannya dengan jelas sehingga tidak menyisakan kesamaran sedikitpun karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam adalah manusia yang paling fasih,paling bernasehat, dan paling alim “ [Fathu Dzil Jalali Wal Ikram:1/118, Syaikh Ibnu Utsaimin]
Wallahu a’lam bi ash shawab
Ditulis oleh hamba Allah:
Abu Qushaiy al Anwar
Bersyukur, Jangan Kufur Kawanku…!