Hukum Khamer Diproses Menjadi Cukak

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – قَالَ: «سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَنْ الْخَمْرِ: تُتَّخَذُ خَلًّا؟ قَالَ: لَا» أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَسَنٌ صَحِيحٌ.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ditanya tentang khamer diproses menjadi cuka. “ Tidak boleh”, jawab Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam. Dikeluarkan oleh imam Muslim dan At Tirmidziy dan beliau berkata: Hasan Shahih
1.Takhrij hadits:
Diriwayatkan oleh imam Muslim [1983],At Tirmidziy [1294],Abu Dawud [3675], Ahmad [3/119],ad Daruquthniy [4/165] semuanya dari jalur Sufyan ats Tsauriy dari as Sudiy dari Yahya bin ‘Abbad al Anshariy yang dikenal dengan Ibnu Hubairah dari Anas bin Malik bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam ditanya…..[lalu menyebutkan hadits]
2.Makna Lafadz-lafadz yang Musykil:
الْخَمْر = Khamer
Khamer menurut mayoritas ulama adalah segala sesuatu yang bisa memabukkan sedikitnya atau banyaknya, baik berasal dari anggur atau gandum atau selainnya, sehingga istilah khamer berlaku pada semua yang memabukkan (lihat Ma’alim as-Sunan 4/263dan Majmu’ al-Fatawa 34/186).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَام
“Setiap yang memabukan adalah khamer dan setiap khamer adalah haram” ( HR Muslim: 2003 , Abu Dawud no 3679) .
Dalam riwayat yang lain disebutkan:
كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Setiap yang memabukkan adalah haram” ( HR Al-Bukhari: 4087, 4088 , 5773, Muslim: 1733).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
وإنِّي أَنْهَكُمْ عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ
“Dan aku melarang kalian dari segala yang memabukan” [HR Abu Dawud no 3677]
تُتَّخَذُ : Dijadikan.Yakni diproses sehingga menjadi ….
خَلًّا = Cuka. Yakni sirup berasal dari rendaman kurma dan lain-lainnya yang telah berprementasi sehingga rasanya menjadi masam
3.Faedah dan Kandungan Hukum:
A.Khamer hukumnya adalah haram dan apabila diproses menjadi cuka maka tidaklah menjadi halal .Inilah mafhum dari kata ‘’ tutakhadzu khallan’’.
B.Apabila khamer berubah menjadi cuka dengan sendirinya hukumnya halal dan suci.
Faedah ini terbangun di atas kaedah:
الحكم يدور مع علته وجودا و عدما
“Sebuah hukum berputar bersama sebab terjadinya hukum, baik ada atau tidak adanya “.
C.Apabila sirup rendaman kurma dan lainnya belum berubah menjadi khamer lalu diberi bahan tertentu sehingga menjadi cukak maka hukumnya adalah halal menurut kesepakatan ahli ilmu [lihat Fathu Dzil Jalali wal ikram:1/140,syaikh Utsaimin]
D.Berdasarkan hadits ini sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa khamer hukumnya adalah najis.
Dalam masalah ini para ulama’ berselisih pendapat menjadi 2 pendapat:
1.Hukumnya haram dan najis
Ini adalah madzhab jumhur ahli ilmu.
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. [ al Maidah:90]
Rijs maknanya adalah najis sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah ta’ala:
قل لا أجد فيما أوحى إليّ محرماً على طاعم يطعمه إلا أن يكون ميتا أو دماً مسفوحاً أو لحم خنزير فإنه رجس
“Katakanlah aku tidaklah menjumpai sesuatu yang diwahyukan kepadaku yang diharamkan atas orang yang makan untuk memakannya melainkan bangkai atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya ia adalah rijsun [najis]”.[Q.S. al An’am:145]
Ayat tersebut menunjukkan najisnya khamer.
Jika dikatakan, kenapa anda tidak mengatakan mengundi nasib dengan anak panah,perjudian dan berkorban untuk berhala hukumnya adalah najis ?
Mereka mengatakan: mengundi nasib dengan anak panah,perjudian dan berkorban untuk berhala dikeluarkan dari hukum najis menurut kesepakatan ahli ilmu.
Pendapat inilah yang dipilih oleh syaikhul islam Ibnu Taimiyah dan beliau menghikayatkan adanya ijma’ atas masalah ini.
Berkata syaikh al Hamd: Namun ijma’ yang dikatakan ini tidaklah shahih karena adanya khilaf dalam masalah ini [ Syarh Zaadul Mustaqni’:2/180]
2.Haram nanum tidaklah najis
Ini adalah pendapat Dawud adh Dhahiriy,al Muzaniy,Al Laits bin sa’d,Rabi’ah dan pendapat sebagian ulama’ mutaakhirin, di antaranya adalah imam Ash Shan’aniy dan lain-lainnya.
Dalil mereka adalah:
1.Asal dari segala sesuatu adalah suci.
Keberadaan sesuatu diharamkan untuk dimakan atau diminum tidaklah melazimkan kenajisannya. Betapa banyaknya Allah mengharamkan sesuatu namun sesuatu tersebut tidaklah najis.
2.Tatkala khamer diharamkan, manusia pada waktu itu menuangkan khamer di jalan-jalan [H.R.Bukhari]
Mereka mengambil dalil dari hadits ini dari dua sisi:
A. Menuangkan najis di jalan hukumnya adalah haram.Kalau seandainya khamer hukumnya adalah najis maka tentunya tidaklah diperkenankan untuk dituangkan di jalan-jalan sebagaimana kita dilarang buang hajat di jalan yang dilalui manusia.
B.Kalau seandainya najis tentunya Rasulullah akan memerintahkan orang yang pergi ke masjid untuk menyucikan kakinya dari kotoran khamer tersebut karena najis.
Adapun dalil dari jumhur mereka jawab dengan bahwasanya rijs dalam bahasa arab maknanya najis namun tidak melazimkan kenajisannya secara hissiy.
Yang dhahir dari makna ayat tersebut adalah najis maknawiy bukan najis hissiy berdasarkan dua qarinah:
1.Tiga hal yang bersambung dengannya adalah najis namun najisnya najis maknawi bukan hissi.
2.Firman Allah :
رجس من عمل الشيطان
” ia adalah rijsun [najis] termasuk amalan setan”
Allah menghukumi najis terhadap empat hal tersebut karena termasuk amalan setan.Hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksudkan dengan najis dalam ayat tersebut adalah najis maknawi bukan najis hissi.Yakni ini adalah bagian dari amal setan di tengah manusia.Ia adalah najis yang ditanam oleh setan di tengah manusia karena ia dapat menyebabkan permusuhan, kemurkaan terhadap sesama,meninggalkan dzikir kepada Allah,meninggalkan shalat dan lain-lainnya dari amalan setan
3.Ketika diharamkannya khamer Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tidaklah memerintahkan mencuci bejana kaum muslimin yang dipergunakan untuk wadah khamer sebagaimana ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam mengharamkan daging keledai piaraan.
4.Ada seseorang yang datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam dengan membawa khamer dalam bejana dari kulit lalu dihadiahkan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam mengatakan kepadanya “ tidakkah engkau mengetahui bahwa khamer telah diharamkan ? “.Akhirnya orang tersebut menuangkan khamer yang ada dalam bejana tersebut [H.R.Muslim:1579]
Dalam hadits ini Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam tidaklah memerintahkan orang tersebut untuk mencuci bejananya.
Pendapat kedua inilah yang –insya Allah- merupakan pendapat yang lebih kuat berdasarkan argumentasi yang telah disebutkan.
Syaikh Utsaimin dalam syarh Bulughul Maram mengatakan:
“ Ucapan ini [khamer adalah najis secara maknawi bukan najis hissi] adalah pendapat yang rajih [kuat]” [Fathu Dzil Jalaali Wal Ikram:1/143]
Dengan demikian, apabila badan dan pakaian atau selainnya terkena khamer maka tidaklah dikatakan najis.
-
Larangan memproses khamer menjadi cuka
Bersyukur, Jangan Kufur Kawanku…!