Hukum Imunisasi Dengan Bahan Halal

Imunisasi dengan menggunakan bahan yang halal diperbolehkan berdasarkan argumentasi –argumentasi berikut:
a). Islam menganjurkan mencegah penyakit sebelum terjadi.
Dalil masalah ini:
(1). Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتِ عَجْوَةٍ لَمْ يَضُرَّهُ فِيْ ذَ لِكَ الْيَوْمِ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ
“Barang siapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia terhindar sehari itu dari racun dan sihir.” [HR. al-Bukhari: 5768 dan Muslim:4702]
Syaikh Ibnu Baz berkata:
لا بأس بالتداوي إذا خشي وقوع الداء لوجود وباء أو أسباب أخرى يخشى من وقوع الداء بسببها
“La ba’sa (tidak masalah) berobat dengan cara seperti itu jika dikhawatir kan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya yang ditakutkan dengannya terjadinya suatu penyakit.
فلا بأس بتعاطي الدواء لدفع البلاء الذي يخشى منه لقول النبي صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح ” من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر ولا سم “
Dan tidak masalah menggunakan obat untuk menolak wabah yang dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih (yang artinya),“Barangsiapa makan tujuh butir kurma ajwah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun”
وهذا من باب دفع البلاء قبل وقوعه فهكذا إذا خشي من مرض وطُعم ضد الوباء الواقع في البلد أو في أي مكان لا بأس بذلك من باب الدفاع كما يعالج المرض النازل بالدواء
Ini termasuk tindakan menolak penyakit sebelum terjadi.Demikian juga jika dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan dilakukan imunisasi untuk melawan penyakit yang muncul di suatu tempat atau di mana saja, maka hal itu tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan pencegahan.Sebagaimana penyakit yang datang diobati, demikian juga penyakit yang dikhawatirkan kemunculannya. [Fatawa Ibnu Baz:6/21]
(2). Seluruh ummat manusia telah sepakat atas diperbolehkannya makan dan minum untuk menjaga diri dari rasa lapar dan dahaga.Memakai pakaian yang tipis agar tidak kepanasan atau memakai pakaian tebal agar tidak kedinginan. Memakai baju besi ketika perang untuk menjaga diri dari serangan senjata musuh dan membawa senjata untuk membela dirijika diserang musuh.
b). Boleh berobat menggunakan obat yang mengandung unsur racun menurut pendapat yang kuat dari kalangan ulama’ kaum muslimin.
Jika berobat dengan menggunakan obat yang mengandug unsure racun diperbolehkan maka berobat dengan bahan yang halal lebih diperbolehkan.
Imam asy Syafi’iy berkata:
إن شرب دواء فيه بعض السموم ، والأغلب منه أن السلامة تكون منه : لم يكن عاصياً بشربه ؛ لأنه لم يشربه على ضرِّ نفسه ، ولا إذهاب عقله ، وإن ذهب”
“Jika seseorang meminum obat yang mengandung unsur racun namun kemungkinan besar keselamatan jiwanya disebabkan karena meminumnya maka tidaklah ia bermaksiat karena ia meminumnya bukan untuk memadharatkan dirinya atau menghilangkan akalnya walaupun kadang bisa berujung hilangnya akalnya” [Al Um:1/88]
Ibnu Qudamah berkata:
وما فيه السموم من الأدوية : إن كان الغالب من شربه واستعماله الهلاك به أو الجنون
لم يبح شربه ، وإن كان الغالب منه السلامة ويرجى منه المنفعة : فالأوْلى إباحة شربه لدفع ما هو أخطر منه كغيره من الأدوية
“ Obat-obatan yang mengandung unsur racun jika kemungkinan besar orang yang meminumnya akan meninggal dunia atau gila maka tidak boleh diminum.Adapun jika kemungkinan besar orang yang meminumnya akan sehat dan diharapkan ada manfaatnya maka yang paling utama adalah diperbolehkan meminumnya dalam rangka untuk menolak hal yang lebih berbahaya darinya.
ويحتمل أن لا يباح ؛ لأنه يعرض نفسه للهلاك ، فلم يبح كما لو لم يرد به التداوي
والأول : أصح ؛ لأن كثيراً من الأدوية يخاف منه ، وقد أبيح لدفع ما هو أضر منه ،
Dan ada kemungkinan tidak diperbolehkan karena akan mencampakkan seseorang ke dalam kehancuran sebagaimana jika dia meminumnya bukan untuk berobat.Namun pendapat pertama lebih benar karena kebanyakan obat-obatan ditakutkan menimbulkan kemadharatan dan diperbolehkan untuk dikonsumsi karena untuk menolak hal yang lebih memadharatkan, [AlMughni:1/447]
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata:
وأما مجرد شرب السم : فليس بحرام على الإطلاق ؛ لأنه يجوز استعمال اليسير منه إذا رُكِّب معه ما يدفع ضرره إذا كان فيه نفع
“ Adapun semata-mata minum racun tidaklah diharamkan secara mutlak karena diperbolehkan meminumnya dalam jumlah yang sedikit dengan dicampur bahan yang menolak kemadharatannya jika terdapat manfaat di dalamnya” [ Fathul Bariy: 10/248]
Imam al Qurthubiy berkata:
يجوز التداوي بالسم ، ولا يجوز شربه
“ Diperbolehkan berobat dengan menggunakan racun namun tidak boleh meminumnya” [Tafsir al Qurtubiy:2/220]
c). Islam menganjurkan untuk berobat
Islam menganjurkan ummatnya untuk berobat dan imunisasi termasuk salah satu sistem pengobatan
Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يا رسول الله ألا نتداوى ؟ قال : تداووا ، فإن الله لم يضع داء إلا وضع له شفاء إلا داء واحد قالوا : يا رسول الله وما هو ؟ قال : الهرم
‘’Wahai Rasulullah, apakah boleh kita berobat?,Nabi bersabda,’ ’berobatlah, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit (yang tidak ada obatnya),’’ mereka bertanya,’’apa itu’’ ? Nabi bersabda,’’penyakit tua.’’(HR.Tirmidzi 2038, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Sunan Ibnu Majah 3436).
Syaikh Khalid ar Rifa’iy ketika ditanya tentang masalah imunisasi memberikan jawaban:
الحمدُ لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصَحْبِه ومَن والاه، أمَّا بعدُ
Alhamdulillah shalawat dan salam atas Rasulullah dan keluarganya serta pengikutnya yang loyal kepadanya.
Amma ba’du:
فالظَّاهرُ من قَوْلِ الأخِ السَّائل (تلقيح الأطفال) هو أخذُ اللّقاح الواقي منَ الأمراض، والأصْلُ فيه الإباحةُ؛ لأنَّه من جُملة الأخْذِ بالأسبابِ، وقَدْ شَرَعَ لنَا النَّبيُّ – صلَّى الله عليه وسلَّم – الوِقاية من السُّمِّ والسِّحر، فقال – صلَّى الله عليه وسلَّم -: «من تصبَّح بسبع تَمرات من تمر المدينة لم يضرُّه سحرٌ ولا سمٌّ»؛ متَّفق عليه،
Yang dhahir dari perkataan penanya adalah berkaitan dengan masalah imunisasi /vaksinasi. Dan hukum asalanya adalah mubah [boleh] karena termasuk dari mengambil sebab yang disyari’atkan oleh Nabi seperti dalam masalah membentengi diri dari racun dan sihir dalam sabda Beliau:
“Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun” [muttafaqun ‘alaihi]
وهو نصٌّ في محل النزاع. ولأنه من جُملة التَّداوي بِالمشروع، وهو مَذهَبُ جَماهير السَّلف والخَلَف،
Ini adalah nash [dalil yang tidak mengandung kemungkinan makna lain selain makna teks hadits] dalam masalah yang diperselisihkan dan termasuk bagian dari pengobatan dengan sesuatu yang disyari’atkan dan inilah pendapat dari mayoritas ulama salaf [terdahulu] dan khalaf [kontemporer]
واستَدَلُّوا بأدلَّة كثيرةٍ منها: ما رواه أسامةُ بن شَريك قال: كنتُ عند النبي – صلَّى الله عليه وسلَّم – وجاءتِ الأعرابُ، فقالوا: يا رسول الله، أنتَدَاوى؟ فقال: «نعم، يا عبادَ الله تداوَوْا؛ فإنَّ الله – عزَّ وجلَّ لم يَضَعْ داءً إلا وضع له شِفاءً غير داءٍ واحد» قالوا: ما هو؟ قال: «الهَرَم»؛ رواهُ أحْمَدُ
Mereka berdalil dengan dalil-dalil yang sangat banyak, di antaranya hadits yang diriwayatkan dari jalan Usamah bin Syarik, Beliau berkata: Saya berada di sisi Nabi dan ketika itu datang beberapa orang arab gunung seraya mengatakan: Wahai Rasulullah, bolehkah kita berobat ?
Nabi Menjawab: Boleh. Berobatlah wahai hamba Allah sebab sesungguhnya Allah tidaklah meletakkan suatu penyakit melainkan meletakkan obat baginya kecuali satu penyakit. Mereka bertanya: Wahai Rasulullah , penyakit apa yang anda maksudkan ? . Penyakit tua, jawab Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.
. قال ابن القَيِّم: “فقدْ تضمَّنَتْ هذه الأحاديثُ إثباتَ الأسباب والمسبَّبات، وإبطالَ قوْلِ مَن أنكرها، والأمرَ بالتداوي، وأنَّه لا يُنافي التَّوكُّل، كما لا يُنافيه دَفْعُ الجوع والعَطَش والحرّ والبَرْد بأضدادِها، بل لا تَتِمُّ حقيقةُ التَّوحيد إلا بِمُباشرة الأسباب التي نصَبَها الله مقتضياتٍ لِمُسبباتِها قدرًا وشرعًا، وأنَّ تعطيلَها يقْدَحُ بِمُباشرتِه في نفس التَّوكُّل كما يقدح في الأمْرِ والحكمة، ويضعفه من حيثُ يَظُنُّ مُعَطِّلُها أنَّ ترْكَها أقوى منَ التَّوكُّل، فإنَّ تَرْكها عجْزٌ يُنافي التوكُّل الذي حقيقتُه اعتمادُ القَلْب على الله في حصول ما ينفَع العبدَ في دينه ودنياه، ودَفْعِ ما يضرُّه في دينه ودنياه، ولابدَّ مع هذا الاعتمادِ من مباشرة الأسباب وإلا كان معطِّلاً للأمْرِ والحكمة والشَّرع، فلا يَجعل العبدُ عجْزَه توكُّلاً، ولا توكُّله عجْزًا” اهـ.
Berkata Ibnu Qoyyim rahimahullah: “ Hadits-hadits ini mengandung penetapan sebab dan akibat, dan sebagai pembatal perkataan orang yang mengingkarinya.
Perintah untuk saling mengobati tidak bertentangan dengan tawakkal.Sebagaimana menolak lapar dan haus, panas dan dingin dengan lawan-lawannya (misalnya lapar dengan makan).Itu semua tidak menentang tawakkal.Bahkan tidaklah sempurna hakikat tauhid kecuali dengan mencari sebab yang telah Allâh Ta’ala jadikan sebab dengan qadar dan syar’i.Orang yang menolak sebab itu malah membuat cacat tawakkalnya.
Hakikat tawakal adalah bersandarnya hati kepada Allâh Ta’ala kepada perkara yang bermanfaat bagi hamba untuk diri dan dunianya.Maka bersandarnya hati itu harus diimbangi dengan mencari sebab. Kalau tidak berarti ia menolak hikmah dan syari’at. Maka seseorang hamba tidak boleh menjadikan kelemahannya sebagai tawakkal dan tidaklah tawakkal sebagai kelemahan”
وعليه؛ فيجوزُ التَّطعيمُ ضِدَّ أيِّ مرضٍ يُخشى انتشارُه أو يتوقَّع، ولا فارقَ بينَه وبينَ التَّداوي مِمَّا وقع منالأمراض، وأثر ذلك التلقيح موجود وهو من جملة ربط الأسباب بمسبباتها،، والله أعلم.
Berdasarkan hal ini, maka diperbolehkan melakukan vaksinasi dalam rangka melawan segala macam bentuk penyakit yang ditakutkan penyebaran dan terjadinya dan tidak ada perbedaan antara vaksinasi dengan mengobati penyakit yang telah terjadi. Dan pengaruh vaksinasi telah benar-benar terealisasi dan ia merupakan bentuk menggabungkan antara sebab dan musababnya “.
[ https://ar.islamway.net/fatwa/70202/حكم-التلقيح-ضد-الأمراض]
d). Islam dibangun di atas mengambil sesuatu yang bermaslahat [berfaedah ] dan menolak kemadharatan [bahaya]
Seluruh ajaran Islam itu mengandung maslahat dan menganjurkan mengambil sesuatu yang bermaslahat dan juga mengenyampingkan mudharat pada hamba. Yang menerangkan bahwa seluruh ajaran Islam mengandung maslahat dan menganjurkan mengambil sesuatu yang bermaslahat dan juga menolak mudhorot adalah dalil-dalil berikut ini:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS. Al Anbiya’: 107).
Jika syari’at itu rahmat, maka konsekuensinya pasti ajaran Islam selalu mendatangkan maslahat dan menolak bahaya.
Jika kita tilik satu per satu dari ajaran islam, kadang diberikan alasan bahwa ajaran tersebut mendatangkan maslahat bagi hamba. Sebagaimana dalam hukum qishash, Allah Ta’ala berfirman,
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 179).
Dalam perintah menggunakan jilbab bagi wanita, disebutkan pula maslahat di dalamnya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59).
Pemberian vaksin [menurut penjelasan para pakar ilmu medis ] telah terbukti dapat menurunkan resiko terhadap berbagai jenis penyakit yang dapat berdampak pada kematian maupun cacat yang berkepanjangan bagi anak-anak generasi masa depan dan ini jelas-jelas sesuatu yang bermaslahat.
e). Islam memerintahkan kita mengambil sebab yang bermanfaat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَز
“Bersemangatlah mencari apa yang bermanfaat untukmu, mintalah pertolongan kepada Allah,dan janganlah merasa lemah.” (HR. Muslim no: 2664 dan Ibnu Majah no:79)
Suatu hari, ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasululllah, apakah aku ikatkan untaku ini terlebih dahulu baru aku tawakal atau aku lepaskan saja dan bertawakal kepada Allah?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
اعْقِلْهَا وَتَوَكَّل
“Ikatlah untamu dan bertawakallah!” (HR. At-Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani di dalam Al-Misykah, no : 22
f). Islam menjaga manusia agar tidak terjerumus ke dalam sesuatu yang membayakan fisik.
Majelis Ulama’ Eropa dalam sebagian fatwanya mengatakan:
من خلال ما سبق يعلم أنّ دين الإسلام هو دين الصّحة والنّظافة،
“ Dari penjelasan yang telah berlalu, dapat diketahui bahwa sesungguhnya agama islam adalah agama yang menganjurkan berperilaku sehat dan bersih.
وأنّه اعتنى بحماية الإنسان من المخاطر منذ نشأته إلى مماته، بل إنّ حفظ النّفس في التشريعات السماويّة يُعدّ من الضروريّات الخمسة التي دعت إليها جميع الدّيانات السماوية؛
Dan menaruh perhatian serius dalam membentengi manusia dari berbagai mara bahaya semenjak awal kehidupan hingga akhirnya.Bahkan menjaga jiwa dalam ajaran semua agama samawi termasuk lima kebutuhan primer yang dianjurkan untuk dijaga dengan baik.
لذا، كان التطعيم بشكل عام، وتطعيم الأطفال بصورة خاصة؛ لحمايتهم من الأمراض المعدية وغيرها واجباً دينياً، وضرورةً إنسانية؛ لحفظ الحياة البشريّة من المخاطر،
Oleh karena itu, vaksinasi secara umum dan vaksinasi untuk anak kecil secara khusus untuk membentengi dari berbagai macam penyakit menular dan lainnya merupakan kewajiban agama dan kebutuhan pokok kemanusian dalam rangka menjaga manusia dari berbagai macam mara bahaya “ [Sumber : http://africanulama.org/blog/2016/03/03/343/]
g). Berdasarkan kaedah fikih
الضرر يدفع بقدر الإمكان
“ Kemadharatan ditolak sesuai dengan kemampuan”
Maksudnya ialah jika sesuatu itu dianggap sedang atau akan bahkan memang menimbulkan kemadharatan, maka keberadaanya wajib dihilangkan sesuai dengan kemampuan.
Dasar Kaidah tersebut di atas adalah :
وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًۭا لِّتَعْتَدُوا۟
Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. QS. Al-Baqarah: 231.
وَلَا تُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا۟ عَلَيْهِنَّ
….dan janganlah kamu menyusahkan (memudharatkan) mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. QS. Ath-Thalaaq: 6.
لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌۭ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya. QS. Al-Baqarah: 233.
فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍۢ وَلَا عَادٍۢ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ
Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. QS. Al-Baqarah : 173.
Istilah mudharat dalam ayat-ayat tersebut bermakna kemudharatan, kesempitan, kesengsaraan dan setiap hal yang mendatangkan bahaya. Ayat-ayat tersebut menjadi sumber hukum yang menunjukkan bahwasanya kemudharatan harus dihindari dan dihilangkan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi jika kemudharatan tersebut mengancam kehidupan manusia maka ia harus dihilangkan.
Adapun hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam yang menjadi dasar kaidah ini diantaranya :
اِنَّ دِمَاءَكُمْ وَاَمْوَالَكُمْ وَاعرَاضَكُم حَرَمٌ
“ Sesungguhnya darah-darah kamu semua, harta-harta kamu semua, dan kehormatan kamu semua adalah haram di antara kamu semua”. HR. Muslim.
Hadits tersebut menunjukan bahwasanya harta, darah dan kehormatan seorang muslim itu tidak boleh untuk dilanggar sehingga memunculkan kemudharatan kepada seorang muslim .
Memadharatkan sangat dilarang dalam Islam sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
لاضَرَرَ وَلاضِرَارَ
“ Tidak boleh memadharatkan dan tidak boleh membalas kemadharatan dengan yang semisalnya[“ HR. Hakim dan lainnya dari Abu Sa’id Al-Khudri, HR. Ibnu Majjah dari Ibnu ‘Abbas.
Dua hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam telah memberikan pedoman mengenai sifat kemudharatan yang harus dihindari dan dihilangkan yakni apalagi kemudharatan tersebut mengancam nyawa, harta, kehormatan dan darah seorang muslim.
Wallahu a’lam bishshawab
Ditulis oleh hamba Allah yang lemah:
Abu Qushaiy al Anwar
Bersyukur, Jangan Kufur Kawanku…!