Sucikah Kulit Bangkai Binatang Yang Disamak ?
– وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – «دِبَاغُ جُلُودِ الْمَيْتَةِ طَهُورُهَا» صَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ
Dari Salamah bin al Muhabiq berkata Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “
penyamakan kulit bangkai binatang adalah penyuciannya”
1.Takhrij Hadits:
Dikeluarkan oleh imam Ahmad [24688],Abu Dawud [4125],an Nasa’iy [7/173],al Baihaqiy [1/17], ad Daruquthniy [1/45],al Hakim [4/157], Ibnu Hibban dalam al Mawarid [124] semuanya dari jalan Qatadah dari Hasan dari Juun bin Qatadah dari Salamah bin al Mahabiq…..
Imam ath Thawiy dalam Musykilul Atsar mengatakan:
فَقَدْ جَاءَتْ هَذِهِ الْآثَارُ مُتَوَاتِرَةً فِي طُهُورِ جِلْدِ الْمَيْتَةِ بِالدِّبَاغِ وَهِيَ ظَاهِرَةُ الْمَعْنَى
“ Sungguh telah datang atsar-atsar ini secara mutawatir dalam masalah sucinya kulit bangkai binatang dengan disamak dan ia dhahir maknanya “ [1/471]
Ibnu Hajar dalam Talkhisul Habir mengatakan: Sanadnya shahih [1/21]
Syaikh al Baniy telah menshahihkan hadits ini dalam shahih jami’ shaghir: 3360
Syaikh Samir Zuhairiy juga menshahihkan hadits ini dalam Takhrij bulughul Maram hal:12/dicetak bersama matan bulughul maram.
2.Makna lafadz-lafadz musykil:
الْمَيْتَةِ = bangkai, yaitu semua binatang yang mati dengan sendirinya tanpa disembelih atau yang disembelih dengan cara yang tidak syar’iy.
3.Faedah dan Kandungan Hukum:
A.Kulit binatang binatang apabila telah disamak dengan menggunakan bahan tertentu yang dapat melembutkan dan menghilangkan sifat basahnya dan juga bau busuknya maka telah menjadi suci.
Dalam masalah ini para ulama’ berselisih menjadi beberapa pendapat:
1.Kulit bangkai binatang tidaklah suci karena disamak
Alasannya adalah hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam dari jalur Abdullah bin ‘Ukaim:
أَنْ لَا تَنْتَفِعُوا مِنَ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ، وَلَا عَصَبٍ
‘’ Janganlah kalian memanfaatkan kulit bangkai binatang” [H.R.Ahmad:4/310,Abu Dawud:4123,at Tirmidziy:1729]
Namun riwayat ini menurut sebagian ulama’ sanadnya lemah [Lihat tahqiq musnad imam Ahmad hadits no:18780 oleh syaikh Ahmad Syakir,syarh al Mumti’:1/87,asy Syarh al Mukhtashar ‘ala Zaadil Mustaqni’:1/83].
2.Apabila kulit bangkai binatang telah disamak maka dihukumi suci berdasarkan hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam:
إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ ، فَقَدْ طَهُرَ.
“ Apabila kulit bangkai binatang telah disamak maka telah suci” [H.R.Muslim:105]
Dalam riwayat lain:
أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ
“Kulit bangkai binatang apapun yang telah disamak maka telah suci” [H.R.Abu Dawud:4123,at Tirmidziy:1728]
Dalam riwayat lain disebutkan:
مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رِجَالٌ مِنْ قُرَيْشٍ يَجُرُّونَ شَاةً لَهُمْ مِثْلَ الْحِمَارِ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا. قَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ»
“ Sekelompok kaum laki-laki melewati Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam sambil menyeret seekor kambing sebagaimana menyeret keledai.Nabi mengatakan kepada mereka: Kalaulah seandainya kalian mengambil kulitnya ? Mereka menjawab: Sesungguhnya dia adalah bangkai.Rasulullah mengatakan: “Membersihkannya air dan daun salam”[H.R.Abu Dawud:4126]
Pendapat yang kuat:
Yaitu pendapat kedua karena:
1.Dalil-dalil yang mereka bawakan lebih kuat
2.Hadits yang dijadikan dalil oleh kelompok ulama’ yang pertama adalah lemah dan kalau seandainya kuat maka tidaklah bertentangan dengan dalil-dalil ulama’ kelompok kedua.
Ibnu Hibban berkata:
ومعي خَبَرِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُكَيْمٍ: “أَنْ لَا تَنْتَفِعُوا مِنَ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ وَلَا عَصَبٍ” يُرِيدُ بِهِ قَبْلَ الدِّبَاغِ وَالدَّلِيلُ عَلَى صِحَّتِهِ قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فقد طهر”
Makna khabar dari Abdullah bin ‘Ukaim :
أَنْ لَا تَنْتَفِعُوا مِنَ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ، وَلَا عَصَبٍ
‘’ Janganlah kalian memanfaatkan kulit bangkai binatang”
Maksudnya adalah kulit bangkai binatang sebelum disamak.Dalil dalil kebenaran maknanya adalah sabda Nabi:
أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ
“Kulit bangkai binatang apapun yang telah disamak maka telah suci” [Shahih Ibnu Hibban:4/96]
Al Khathabiy dalam Ma’alim Sunan berkata:
.
قال الشيخ: ومذهب عامة العلماء على جواز الدباغ والحكم بطهارة الإهاب إذا دبغ ووهنوا هذا الحديث لأن عبد الله بن عكيم لم يلق النبي صلى الله عليه وسلم وإنما هو حكاية عن كتاب أتاهم فقد يحتمل لو ثبت الحديث أن يكون النهي إنما جاء عن الانتفاع به قبل الدباغ ولا يجوز أن يترك به
الأخبار الصحيحة التي قد جاءت في الدباغ وأن يحمل على النسخ والله أعلم.
“ Syaikh berkata: Madzhab kebanyakan dari ulama’ adalah bolehnya menyamak dan dihukumi sucinya kulit bangkai binatang dan mereka melemahkan hadits Abdullah bin ‘Ukaim karena Dia tidaklah bertemu dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam dan hanyasaja ia adalah merupakan hikayat dari tulisan yang datang kepada mereka.Maka kalau seandainya shahih mengandung kemungkinan bahwasanya larangan tersebut adalah sebelum disamak dan tidaklah boleh ditinggalkan khabar-khabar yang shahih yang datang dalam masalah penyamakan di dibawa kepada penghapusan hukum karena sebab hadits tersebut” [Ma’alim sunan:4/203, lihat juga Fathul Bariy:9/659,Subulus Salam:1/143]
Apakah semua kulit bangkai binatang menjadi suci apabila disamak ?
Dalam masalah ini para ulama’ berselisih pendapat menjadi beberapa pendapat.
1.Pendapat pertama:
Semuanya suci, baik luar maupun dalamnya.
Ini adalah pendapat yang diriwayatkan dari sahabat Aliy bin abi Thalib dan Ibnu Mas’ud.
Alasannya adalah hadits –hadits yang menyatakan sucinya kulit bangkai binatang dengan disamak.
2.Pendapat kedua:
Tidaklah suci kecuali kulit bangkai binatang yang halal dimakan dagingnya.
3.Pendapat ketiga:
Suci semuanya kecuali babi karena tidak berkulit.
Ini adalah pendapat Abu Hanifah.
4.Pendapat keempat:
Suci semuanya kecuali babi dan anjing.
Ini adalah pendapat imam asy Syafi’iy
5.Pendapat kelima:
Suci semuanya namun hanya bagian dalamnya saja.
Ini adalah pendapat imam Malik.
Pendapat yang kuat:
Yaitu tidaklah suci kecuali kulit bangkai binatang yang halal untuk dimakan berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam:
ذَكَاةُ الْأَدِيمِ دِبَاغُهُ
“ Penyembelihan kulit adalah penyamakannya” [H.R.Abu Dawud:4125]
Dalam hadits ini Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam mengungkapkan bahwasanya penyembelihan kulit adalah dengan menyamaknya dan telah dimaklumi bahwasanya penyembelihan tidaklah menyucikan kecuali binatang yang boleh untuk dimakan.
Berkata Ash Shan’aniy dalam Subulus Salam setelah membawakan hadits tersebut dan yang semakna dengannya:
وَفِي الْبَابِ أَحَادِيثُ بِمَعْنَاهُ، وَهُوَ يَدُلُّ عَلَى مَا يَدُلُّ عَلَيْهِ حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ وَفِي تَشْبِيهِهِ الدِّبَاغَ بِالذَّكَاةِ إعْلَامٌ بِأَنَّ الدِّبَاغَ فِي التَّطْهِيرِ بِمَنْزِلَةِ تَذْكِيَةِ الشَّاةِ فِي الْإِحْلَالِ؛ لِأَنَّ الذَّبْحَ يُطَهِّرُهَا وَيُحِلُّ أَكْلَهَا.
“ Dalam bab ini terdapat beberapa hadits semakna dengannya.Ia menunjukkan kepada apa yang ditunjukkan oleh hadits Ibnu Abbas.Dan dalam penyerupaan penyamakan dengan penyembelihan menunjukkan bahwa penyamakan dalam penyucian adalah menduduki kedudukan penyembelihan kambing dalam kehalalannya karena penyembelihan membersihkan dan menghalalkannya untuk dimakan” [1/43]
Dan telah dimaklumi bahwasanya penyembelihan tidaklah menghalalkan binatang yang diharamkan untuk dimakan dagingnya.
Inilah pendapat yang dikuatkan oleh syaikh Muhammad bin Ibrahim,syaikh Abdurrahman as Sa’diy dan syaikh Abdul Aziz bin Baz dan juga guru kami Prof.Dr.Sami Ash Shuqair ketika mensyarah kitab Zaadul Mustaqni’.
B.Kulit yang telah disamak boleh dimanfaatkan sebagai wadah sesuatu yang padat lagi kering dan sesuatu yang cair semisal air untuk bersuci.
Wallahu a’lam bish shawab.
Ditulis oleh hamba Allah:
Abu Qushaiy al Anwar
Bersyukur, Jangan Kufur Kawanku…!